Kalau ada satu pantai yang bikin aku jatuh cinta pada pandangan pertama—nggak pakai kode, nggak pakai pura-pura cuek—itu pasti Pantai Tiga Warna. Serius. Aku nggak pernah nyangka, di balik hutan konservasi dan jalanan yang nggak bisa dilewati mobil biasa, ada pantai secantik itu.
Jadi, izinkan aku bercerita. Ini kisahku dengan Pantai Tiga Warna—tempat yang ngajarin aku cara mencintai alam, sekaligus diri sendiri.
Misi Spontan ke Selatan
Waktu itu hari Sabtu pagi. Aku lagi di Malang, dan otak sudah overload sama notifikasi, revisian, dan obrolan yang terasa kosong. Temanku nyeletuk, “Gimana kalau kita ke Pantai Tiga Warna aja? Tapi harus booking dulu, soalnya kuotanya terbatas.”
Dari situ, aku mulai gugling, dan ternyata bener—pantai ini bukan tempat wisata sembarangan. Dia bagian dari kawasan konservasi, jadi pengunjungnya dibatasi biar tetap alami dan nggak rusak. Dan jujur, itu bikin aku makin tertarik.
Setelah booking online via Clungup Mangrove Conservation (iya, sistemnya keren), kami berangkat.
Trekking Ringan yang Mengubah Mood
Sebelum sampai pantai, kita harus trekking dulu dari pos masuk di area konservasi. Jalan setapaknya melewati hutan mangrove, semak belukar, dan beberapa tanjakan kecil yang bikin keringatan tapi justru nyenengin. Udara di sana segar banget, beneran bikin paru-paru kayak direstart.
Selama jalan, aku ketemu beberapa petugas yang ramah banget. Mereka ngasih briefing soal larangan buang sampah sembarangan, dan betapa pentingnya menjaga ekosistem laut. Bahkan, sebelum masuk kawasan pantai, kita dicek isi tas dan harus bawa kantong sampah sendiri.
Aku jadi mikir, “Ini bukan cuma wisata, ini pelajaran hidup.”
Pertama Kali Melihat Tiga Warna Itu…
Setelah jalan kaki sekitar 30-45 menit, akhirnya aku sampai di tempat yang bikin semua capek langsung lenyap: Pantai Tiga Warna.
Kenapa disebut tiga warna? Karena air lautnya punya tiga gradasi yang jelas banget—biru tua di bagian dalam, biru muda di tengah, dan hijau toska di dekat bibir pantai. Semua warna itu terbentuk alami dari kedalaman laut dan pantulan cahaya matahari.
Pasirnya lembut dan bersih, dan karena pengunjung dibatasi, suasananya tenang banget. Aku cuma bisa duduk, diam, dan nyengir sendiri.
“Ya ampun, Indonesia secantik ini, ya?”
Snorkeling Pertama yang Bikin Nagih
Salah satu aktivitas favorit di Pantai Tiga Warna adalah snorkeling. Airnya super jernih, jadi kamu bisa lihat terumbu karang dan ikan warna-warni bahkan dari atas permukaan.
Aku pinjam alat snorkeling dari warga setempat yang nyewain (murah, dan dapat pelampung juga). Begitu nyemplung, aku langsung disambut ikan kecil yang rame banget. Rasanya kayak masuk dunia lain—tenang, damai, dan warna-warni.
Aku bahkan sempat diem beberapa menit di dalam air, cuma ngambang dan ngeliatin kehidupan bawah laut. Kadang, ketenangan itu datang bukan dari keheningan, tapi dari suara-suara alam yang bekerja pada tempatnya.
Pantai yang Mengajarkan Batas
Yang aku salut dari pengelolaan Pantai Tiga Warna adalah disiplin. Tiap kelompok dikasih waktu maksimal 2 jam di pantai ini. Setelah itu, harus pindah atau kembali. Awalnya aku pikir, “Kok pelit banget sih?” Tapi setelah ngerasain sendiri, aku ngerti.
Kalau semua orang bisa masuk dan nongkrong seharian, pantai ini mungkin udah rusak dari dulu. Tapi karena ada aturan dan edukasi, tempat ini tetap alami dan bersih banget.
Bahkan, waktu mau pulang, aku disuruh buka tas buat dicek. Kalau sampah yang aku bawa nggak sesuai dengan daftar waktu masuk, aku bisa kena denda. Disiplin yang keren banget.
Waktu yang Terasa Lambat Tapi Berarti
Selama dua jam di Pantai Tiga Warna, aku ngerasa waktu berjalan lambat. Tapi bukan karena bosan—justru karena setiap menitnya terasa penuh. Aku foto-foto, main pasir, duduk diam, lalu snorkeling lagi.
Ada momen di mana aku cuma rebahan di pasir, sambil denger ombak kecil dan suara burung dari hutan. Di situ, aku sadar: hidup bisa sesederhana ini. Tanpa notifikasi, tanpa deadline. Cuma aku, matahari, dan laut yang terus berbisik, “Kamu baik-baik saja.”
Tips dari Aku Buat Kamu yang Mau ke Pantai Tiga Warna
-
Booking dulu
Ini wajib! Kamu bisa daftar lewat situs resmi Clungup Mangrove Conservation. Ada kuota harian, jadi jangan dadakan. -
Datang pagi
Biar bisa trekking dengan nyaman dan dapat pencahayaan yang bagus buat foto-foto. -
Bawa kantong sampah pribadi
Ini syarat wajib. Jangan lupa juga isi ulang botol minum dan bawa makanan sendiri yang mudah dibawa balik. -
Snorkeling wajib dicoba
Kalau belum pernah, ini tempat yang sempurna buat mulai. Airnya jernih dan arusnya tenang. -
Datang dengan hati yang siap mencintai alam
Karena di sini, kamu bakal belajar tentang menjaga dan menghargai apa yang selama ini dianggap biasa.
Kesimpulan: Warna yang Tinggal di Dalam Hati
Pantai Tiga Warna bukan cuma tentang warna lautnya. Tapi tentang bagaimana tempat ini bikin kita lebih sadar, lebih menghargai, dan lebih ingin menjaga.
Aku pulang dari sana bukan cuma bawa foto-foto cantik, tapi juga rasa syukur yang dalam banget. Bahwa di dunia yang sering ribut dan berat, masih ada tempat yang memberi ruang untuk bernapas dengan tenang.
Dan kalau kamu tanya, “Mau ke sana lagi gak?” Jawabanku pasti: tanpa pikir panjang, iya.
Posting Komentar